Beranda | Artikel
Berakhlak Mulia
Kamis, 23 Juni 2022

BERAKHLAK MULIA

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Wa Ba’du:

Sesunguhnya di antara perbuatan  yang diserukan dan diantjurkan oleh syara’ adalah berakhlak yang baik, dia adalah karunia Allah yang paling besar bagi hambaNya. Firman Allah Ta’ala tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.[1]

وعن أبي الدرداء رضي الله عنه، قال: قال صلى الله عليه وسلم: ((مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ، وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ))

Dari Abi Darda’ Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak ada amal shaleh lebih berat bagi timbangan seorang hamba yang beriman pada hari kiamat selain dari akhlak yang mulia sesungguhnya Allah murka terhadap orang yang berlaku kotor lagi kasar“. [2]

Berakhlak  yang baik harus meliputi berbagai aspek kehidupan seorang mslim baik dalam perkataan, perbuatan dan  ibadahnya kepada Tuahannya dan m’amalahnya dengan  sesama makhluk.

Firman Allah Ta’ala:

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا

“Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.[3]

Firman Allah Ta’ala:

وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

” …serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,..”[4]

Firman Allah Ta’ala:

اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

.”… Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia”.[5]

Ibnu Abbas berkata : Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar mereka bersabar pada saat marah dan bersikap santun pada saat tidak mengetahui, memberi maaf ketika orang lain berbuat jahat kepadanya, jika mereka melakukan hal itu niscaya menjaga mereka dan menundukkan musuh mereka”.[6]

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بِنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ. وَفِيْ بَعْضِ النَّسَخِ: حَسَنٌ صَحِيْحٌ

Di antara wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kedua shahabatnya yang mulia Abi Dzar dan Mu’adz bin Jabal  Radhiallahu anhuma: Bertaqwalah kepada Allah di manapun engkau berada dan balaslah perlakuan buruk dengan balasan yang baik niscaya dia akan menghapuskannya  dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik“.[7]

Ibnul Qayyim Rahimhullah berkata:  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambungkan antara bertqwa kepada Allah dan berakhlak  yang baik, sebab bertaqwa kepada Allah akan menjai baik hubungan antara seorang hamba dengan TuahanNya, dan akhlak yang baik akan memperbaiki hubngan seorang hamba dengan hamba yang lain, maka bertqwa kepada Allah akan mendatangkan kecintaan Allah dan akhlak yang baik akan mengarahkan  orang lain untuk mencintai dirinya”.[8]

Tidak akan sempurna iman seseorang sehingga dia diberikan taufiq untuk berakhlak yang baik.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا». رواه الترمذي في سننه، رقم الحديث: 1195،

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang yang baik akhlaknya dan orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang terbaik prilakunya kepad istrinya“.[9]

Sebagian ualam salaf berkata: Sasaran akhlak yang baik ada dua :
Pertama : Salah satunya adalah akhlak terhadap Allah yaitu menyadari bahwa apa yang muncul dari dirimu membutuhkan  permintaan maaf dan  apa-apa yang datang dari Allah menuntut syukur”.

Kedua : Berakhlak baik dengan manusia dan kelompok, terwujud dalam dua realitas: Berbuat baik kepada orang lain baik dengan perkataan dan perbatan dan menahan diri dari  berbuat yang buruk baik secara perbatan dan perkataan”.[10]

Maka sungguh tepat jika orang yang komitment dengan perkara ini akan sampai kepada tingkat Al-Amilin (orang yang mampu mewujudkan) .

عن عائشة -رضي الله عنها- مرفوعاً: إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

Dari Aisyah Radhiyallahu anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya seorang mu’min dengan kebaikan akhlaknya pasti meraih tingkatan orang yang selalu berpuasa dan melaksanakan ibadah malam“.[11]

Dan  sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling agung akhlakanya, maka barangsiapa yang ingin meraih akhlak  yang tinggi maka hendaklah dia mengikti akhlak Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ قَطُّ، وَمَا قَالَ لِشَيْءٍ صَنَعْتُهُ لِمَ صَنَعْتَهُ، وَلاَ لِشَيْءٍ تَرَكْتُهُ لِمَ تَرَكْتَهُ (ترمذي: ۲۰۱۵۵)

Dari Anas Radhiyallahu anhu berkata: Aku telah berkhidmah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, maka belia tidak pernah mengatakan kata “cih” kepadaku, beliau tidak pernah mengatakan “mengapa kamu melakukan ini” terhadap apa yang aku telah perbuat, dan mengecam dengan mengatakan: “Kenapa engkau meninggalkan ini”, terhadap apa yang aku tinggalkan.[12]

عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ لَقِيتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قُلْتُ أَخْبِرْنِي عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي التَّوْرَاةِ قَالَ أَجَلْ وَاللَّهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِبَعْضِ صِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ

Dari Atho’ bin Yasar berkata : Aku telah bertemu dengan Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu dan aku berkata kepadanya : Sebutkan tentang sifat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam kitab Taurat: “Baik , sesungguhnya beliau disifati di dalam Taurat dengan sebagian sifat yang disebutkan di dalam Al-Qur’an:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًاۙ

“Hai nabi, Sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan”,[13].

وَحِرْزًا لِلْأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِي وَرَسُولِي سَمَّيْتُكَ المتَوَكِّلَ لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَدْفَعُ بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا

Yaitu bagi kaum yang tidak bisa membaca dan menulis, engkau adalah hamba dan utusanKu, aku menamkan kamu dengan al-Mutawakkil (orang yang berserah diri) tidak keras dan kasar dan tidak pula membuat keributan di dalam pasar-pasar, tidak membiarkan membalas yang buruk dengan yang buruk, namun dia memberi maaf dan ampunan, dan Allah tidak akan mencabut nyawanya sehingga meluruskan agama yang bengkok sehingga mereka bersaksi: Tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah, dan Allah membuka dengannya mata-mata yang buta dan teling-telinga yang tuli dan hati-hati yang tertutup“.[14]

Abdullah bin Mubarok rahimahullah berkata : Akhlak yang baik adalah berwajah yang cerah berseri-seri, berbuat baik kepada orang lain, menahan berbuat buruk terhadap orang lain dan bersabar terhadap keburukan orang”.[15]

Seorang muslim pasti pernah mengalami berbagai peristiwa di dalam hidupnya, maka jika dia tidak berkhlak yang baik niscaya dia akan gagal di dalam menghadapi kehidupan ini.

Termasuk qaidah di dalam masalah ini adalah agar engkau tidak tergesa-gesa mencela orang lain yang berbuat buruk kepadamu, atau meremehkanmu, dan hendaklah engkau mempergaulinya dengan sikap berbaik sangka terhadapnya dan mencari peluang untuk bisa memaafkannya, sebaliknya agar engkau tidak berkata sebuah perkataan dan berbuat suatu perbuatan yang menyebabkan engkau harus menyesali dan meminta maaf atasnya di kemudian hari, di dalam sebuah riwayat dari Anas ra berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari perkara yang memalukanmu”.[16]

Di antara contoh perwujudan akhlak yang baik sehingga menimbulkan kesan yang positif adalah diriwayatkan bahwa seorang lelaki menemui Ali bin Al-Husain lalu mencelanya, maka Al-Ubaid marah kepadanya, maka Ali berkata: Tahanlah dirimu. Lalu dia mendekati lelaki tersebut dan berkata kepadanya: “Keburukan kami yang terluput dari pengetahuanmu lebih banyak lagi, apakah engkau memiliki keperluan yang bisa kami bantu?”. Maka lelaki itupun malu karenanya. Lalu Ali memberikan sebuah selendang kahmisah yang dipakainya dan memerintahkan untuk memberikan seribu dinar kepadanya, lalu lelaki tersebut berkata: Aku bersaksi bahwa engkau termasuk anak cucu Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[17]

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh para shahabatnya.

[Disalin dari حسن الخلق Penulis  Syaikh  Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Muzaffar Sahidu. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] QS. Al-Qolam/68: 4
[2] HR. Turmudzi: 4/362 no: 2002
[3] QS. Al-Isro/17′: 53
[4] QS. Al-Baqoroh/2: 83
[5] QS. Fushilat/41: 34
[6] Tafsir Ibnu Katsir: 4/101
[7] Sunan Tirmidzi: no: 1987 dan dia berkata: Hadits hasan shahih
[8] Al-Fawaid: 84-85
[9] HR. Turmudzi no: 1162 dia berkata: Hadits hasan shahih.
[10]  Tahzibus Sunan, Ibnul Qoyyim, syarah sunan Abu Dawud: 13/130
[11] Sunan Abu Dawud: 4798, dishahihkan oleh Al-Albani
[12] Sunan Tirmidzi: no: 2015
[13] QS. Al-Ahzab/33: 45
[14] HR. Bukahri: 2125
[15] Jami’ul ulum wal –Hikam.
[16] Al-Dhiaya fil Mukhtaroh: 2199 dihasankan oleh Al-Albani
[17] Mukhtashar minhjul qoshidin.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/58424-berakhlak-mulia.html